04 Mei 2008

Sirnanya Cahaya - Cahayamu

Kemanakah larinya,
semua cahaya yang dulu berkeliling di sudut rumah hatiku ?.
Cahaya yang selalu menerobos masuk kedalam ruang hatiku.
Cahaya yang terang benderang bersama lagu.

Apakah adanya ia ada saat tiadaku ?.
Sehingga tatkala aku benar-benar wujud di hadapannya,
ia sirna dari pandanganku.
Seakan kehadirannya, adalah bukan untuk diriku.

Seakan ia mencari sesuatu dari diriku,
Dan ku sadar aku terus menutup pintu hatiku.
Sehingga sinarannya menerangi luar ruang hatiku.
Menari-nari di halaman hatiku.

Ardimdang …

Aku mendengarkan lagu-lagu
yang terlantun dari kumpulan cahaya
yang berkeliling di rumahku.
Yang mengetuk-ngetuk pintu rumahku.

Setiap waktu aku duduk di sudut ruang hatiku.
Mendengarkan syair lagu yang terpancar dari celah pintu hatiku.
Setiap saat hampir selalu ruh ku terenggut,
Masuk ke dalam lautan cahaya lagu.

Aku diingatkan Tuhan,
bahwa aku harus menutup pintu hatiku.
Sebelum cinta-Nya tiba,
maka aku tak boleh membukakan bagi siapapun.

Aku bagaikan seorang perempuan,
yang menunggu di dalam rumah suaminya.
Yang tak boleh membukakan pintu,
kecuali dengan izin suaminya.

Namun lantunan lagu membuat aku gelisah.
Seakan ada kebersalahan karena ku menutup pintu darinya.
Namun ku tahu Ia lebih mengerti.
sinar-Nya pasti mengurusinya.


Ardimdang …

Aku yang terkunci di dalam ruang hatiku selalu bertanya kepada Tuhan,
“Apakah aku akan terus berada di dalam kurungan ?.”
Sehingga tak ada kesempatan untuk memberikan hidangan,
Dan menari di dalam lautan lagu wanita pembawa lentera.

Tapi ku sadar bahwa aku seorang tawanan.
Yang jiwaku hancur pabila keluar dari penjara-Nya.
Sinaran lentera akan memusnahkanku.
Lagunya akan menguapkanku.

Lentera itu bisa membuat aku luluh lantak.
Musnah sebelum aku bertemu cahaya-Nya.
Oleh sebab itu, Ia kunci rapat ruang hatiku.
Agar aku tak keluar dan musnah oleh sinaran cahaya lentera.

Ardimdang ..

Ku cinta ketulusan yang telahir,
dari lagu dan cahaya lentera.
Karena tulusnya cinta Tuhan terhadap cahaya Muhammad,
dan cinta-Nya terhadap lagu Daud sang penyayi.

Namun ternyata cintaku,
telah membuat pembawa lentera berputar.
Cahayanya berkilat-kilat di lubang pintu,
Seperti serangga bercahaya di malam gelap.

Lantunan lagunya menarik-narik ruhku dari jasad.
Memaksaku untuk keluar dan menari bersamanya.
Membuat hatiku tergerak,
Untuk membukakan pintu dan berputar-putar bersamanya.

Ku berdiri di balik pintu,
Lantunan lagunya telah membuat tariannya nampak dipelupuk mata.
Tangisan dan do’anya kepada Tuhan terdengar di dalam telinga.
Membuat hatiku terhanyut dan menangis karenanya.

Ku bertanya kepada Tuhan,
Apa yang bisa ku lakukan,
Tatkala hamba-Nya menangisiku
Karena keterpenjaraanku di dalam ruang hatiku.

Tatkala aku mengintip dirinya di balik pintu.
Suara dari hatiku memusnahkan daya tariknya.
Ia menghardik diriku dan mengancam,
“Awaslah keputusan Ku.”

Ku berkata kepada hatiku,
“Hasratku untuk menanti cinta-Nya telah begitu kuat.”
Maka terbukalah perlahan pintu hatiku.
Dan tersinarilah aku dengan cahaya yang berkeliling di sekitar ruang hatiku.

Kupancarkan cahaya dari hatiku.
Sehingga cahayaku bersatu dengan cahayanya.
Tatkala rahasiaku terpancar dari hatiku,
Maka reduplah cahayanya.

Seakan lagu kesedihan mulai terlahir dari sinarannya.
Namun Cahayanya berupaya menutupi lantunannya dari diriku.
Mataku yang silau terhadapnya,
Membuat aku hanya berdiri bersama cahayaku sendiri.

Saat ku rasakan bahwa ia pergi dari rumah hatiku.
Ia telah menghentikan semua lantunan lagunya.
Ia telah menelantarkan apinya.
Ia berlalu tanpa mendapatkan hidangan apapun dari diriku.

Ku pikir ia masih berada di sekitarku,
Tetapi rupanya ia hanya meninggalkan lentera bagiku.
Ia telah berlalu bersama lagu.
Yang dilantunkan buat dirinya sendiri.

Hingga tatkala lentera itu padam karena kehilangan lagu,
Ku tersadar akan ketiadaannya dari sisiku.
Ku terduduk di sisi taman bunga mawarku.
Ku petik salah satu, dan ku hirup baunya seraya berkata:

Oh Tuhan, ia beserta Mu dan aku beserta diri Mu jua.
Dalam diri-Mu aku bersua dengannya,
walau tanpa lagu dan tanpa sinarannya.
Walau yang ku tatap hanya diri-Mu.

Ku pikir datangnya lentera-lentera itu untuk menghibur kesepianku.
Tatkala aku terkunci sendiri di dalam ruang hatiku.
Menunggu berita cinta-Nya yang terkenal.
Menanti raihan cinta-Nya yang menakjubkan.

Tapi tatkala kesepianku belum berakhir,
Ternyata ia telah meninggalkanku.
Tak ku dengar lagi lantunan lagu,
Tak ku lihat lagi cahaya menembus celah pintuku.

Kuharap segera Ia datang,
Mengisi kesepianku,
Mengobati sakitku,
Dengan memandang cahaya-Nya dan mendengarkan lagu-Nya.

Kembali aku ke dalam ruang hatiku.
Mengunci diriku
Dan duduk di sudut ruang hatiku.
Dalam kegelapan bersama pelita di dalam lubuk hatiku.

Ardimdang …

Saat Tuhan mencintainya.
Maka tak terelak, si tawanan mesti mengungkapkannya.
Bila ia memasuki cahaya-Nya, pasti ia terperanjat.
Karena yang berucap bukan si tawanan, tetapi diri-Nya.

Cinta yang satu ini tak menghadirkan diriku,
Karena diriku dalam tawanan-Nya.
Selama kegelapan meliputi hatiku,
Maka tiada aku beroleh kewujudan dalam sinaran cinta-Nya.

Bila Cinta-Nya telah tiba, maka aku akan diwujudkan-Nya.
Bersama cinta-Nya aku berlayar memasuki lautan lagu cinta.
Dengan tentram aku memasuki tarian cinta.
Menenggelamkan diri dan memuja cinta-Nya bersama teman sejati.

Ku hanya bisa hidup bersama cahaya-Nya.
Seakan wujudku tak ku biarkan ada tanpa cahaya-Nya.
Bila semua orang mengharap wujudku,
Maka aku menangis tatkala ku tak temukan cahaya-Nya.

Ardimdang …

Pergilah engkau semua jauhi aku,
Aku tak bisa memberi apapun tanpa cahaya-Nya.
Tak usah kau tunggu diriku.
Karena mungkin kematian melepaskan ikatan,
Sebelum cahaya-Nya bersinar di lubuk hati.

Semua orang berlayar bersama arus-Nya.
Menikmati berbagai cerita yang terukir di pinggiran sungai-Nya.
Kala waktu telah tiba tuk mendapatkan kedekatan,
Maka kesedihan memuncak tatkala tiada sinaran.
Ardimdang ..

Bila setiap orang bertanya kenapa terjadi masa lalu,
Kenapa dirinya berada di masa lalu ?.
Bila setiap orang telah merelakan dirinya diterangi sebuah lentera.
Kenapa ia meragukan sinarannya bila ia telah rela ?.

Berhentilah bertanya,
Lihatlah ke dalam hati, apakah Tuhan tetap menanti ?.
Karena bila Ia pergi,
Tak ada keindahan yang bisa engkau datangi.

Kejarlah Tuhan selagi engkau mampu.
Karena di sisi-Nya semua jawaban.
Semua kepastian mengandung rahasia.
Dan semua rahasia, kan menumbuhkan bunga mawar di taman-taman hati.

Jika kau tengadahkan tanganmu kepada sungai-Nya,
Ia hanya bisa memberimu air madu yang mengalir di dalamnya.
Padahal madu itu membuat engkau selalu dahaga
Oleh pertanyaan, dimanakan sumber kebahagiaan ?.

Ardimdang …

Ku tatap di wajah-Nya,
Ada banyak rahasia yang tak terlukiskan.
Semua rahasia digenggam-Nya
Semua tuntutan baik pasti dipenuhi-Nya.

Untuk ini semua orang berlayar,
Menghadapi badai besar yang menghadang.
Untuk ini orang bersabar.
Menyendiri di dalam ruang tahanan.
Ardimdang, telah dipastikan.
Keluhan takkan menghadirkan keindahan.
Keindahan adalah diri-Nya.
Dirinya beserta laskar-laskar yang indah dengan kesabaran.Ardimdang, akankah terlupakan … ?

Tidak ada komentar: