04 Mei 2008

Di Malam Kemuliaan

Sementara itu, detik-detik tibanya taman riyadhoh (Ramadhan) semakin dekat, seyogyanya bagi seorang hamba bisa menyingsingkan lengan baju dan menyingikirkan pekerjaan lain selain hal yang menyangkut persiapan memasuki taman riyadhoh. Di dalam taman itu, segala buah (amal) dapat dengan mudahnya dipetik, bazar murah diselenggarakan-Nya sebagai wujud cinta-Nya pada ummat Muhammad SAW[1]. Tiap-tiap sesuatu murahnya berlipat kali, jika dibandingkan dengan taman lainnya (bulan selain Ramadhan). Bekerja di dalamnya mendapatkan upah ratusan kali, puluhan, ribuan, bahkan sampai tak terhingga (seperti pahala puasa, yang hanya Alloh saja yang mengetahui berapa besar pahala yang akan Alloh berikan kepada hamba-Nya, melebihi upah-upah di lain taman. Semua yang memasuki taman riyadhoh (dari kalangan yang merindukan hadirnya Ramadhan), dijamu-Nya dengan aneka ragam hawa ketakwaan. Semua pelarian (pengingkar hukum Alloh) yang kembali (taubat) dan menyerah kan diri (taslim) di bawah tahta Illahy (dalam sikap Tawadhu/merendahkan diri dan tadhdharu/menghinakan diri) dimaafkan dan diampuni-Nya, bahkan semuanya digiring-Nya ke pemandian (ampunan) tanpa membeda-bedakan, kecuali kesigapan (hasrat untuk beramal) hamba itulah yang menentukan posisinya dalam jamaah itu. Semuanya (Mereka yang kembali, memperbaiki diri, dan beramal shaleh) dicuci habis segala kotorannya dan kesalahannya dengan sempurna (pada awal Ramadhan).

Muncullah satu-persatu hamba kudus dari dalam air dengan kemilau menembus kemilau (Keyakinan akan berartinya pertaubatan serta luapan rasa butuhnya pada amal ibadah), memecahkan kesejukan dan keindahan kabut (nilai kepuasan iman yang tidak bisa di samakan dengan kenikmatan dunia) yang menghijab hamba dari dunia, karena keasyikan mereka yang tengah tenggelam dalam samudera taqorubnya, kenikmatan cinta kasih, dan keMahaLuhuran Alloh. Beberapa diantaranya muncul dalam buaian keranjang mungil nan cantik (Dosanya dihapuskan oleh Alloh), diayun-ayun oleh desiran angin syurga yang menangkan (tatkala berdiri diwaktu malam, bermunajat untuk bertaubat dengan khusyu dan kedekatan hati pada Illahy). Jiwa hamba kini menjadi bayi mungil dan jelita (oleh sebab adanya bekas-bekas penyesalan atas sekalian dosa serta ketawadhuan pada dirinya). Beberapa diantarannya, tubuhnya berubah menjadi hamba dewasa yang cantik dan tampan (yang bertambah kearifan, keshalehan, dan ketakwaan), memandang hidup dan keadaannya dengan penuh kepastian (sebab telah mengetahui esensi hidup dari pengabdiannya kepada Alloh). Ya ... semuanya mendapatkan perubahan dalam kubangan air tanzih itu (ubudiah), semuanya tenggelam dalam samudera cinta (khusyu lagi syahdu).

Terangkat dirinya dari samudera tanzih tak merubah perasaan diri yang seakan mabuk kepayang (tak terputus hatinya dari mengingat-ingat kesan indah yang ia dapatkan disaat Tuhan memberi isyarat kedekatan-Nya dengan ketenangan yang muncul dalam kehusyuannya pada shalatnya), berenang-renang dan menyelam di dalam samudera cinta (menikmati kelapangan hati dan keindahan hikmah yang terpancar dari hati). Beberapa diantaranya ada yang menangis, karena kerinduannya untuk membenamkan diri di dalam samudera cinta (Ladang penghambaan diri secara ikhlas kepada Alloh SWT), yaitu jiwa-jiwa penuh dosa yang ditampakkan dosa serta imannya sekaligus (imannya memberikan reaksi positif/penyesalan/kehendak untuk bertaubat setelah menyaksikan dosa), berkat keridhaan Alloh untuk diingat oleh hamba tersebut.

Air matanya mengalir menganak sungai, bertemu dengan air rahmat (keridhaan Alloh atas tangisannya), lalu menyisi (merasuk ke dalam hati) memberi bekas tersendiri, mengukir dinding-dinding hati (kesan), membawa kotoran hati (kesan tersebut memberi kekuatan untuk membenci apa yang Alloh benci dan mencinta apa yang Alloh cinta), tercurah dalam samudera cinta (samapai kepada tujuan, yaitu suasana cinta dan mencintai). Air tangisnya menambah harum dan syahdu penenggelaman jiwanya ke dalam samudera cinta (ubudiah).

Dan cahaya terang-benderang menutupi cakrawala mata (Cahaya Keyakinan akan apa yang disampaikan Alloh), mengalahkan kabut (Kecintaan pada dunia) dan hilanglah panorama fana (penyaksian kepada mahluk) menuju penomena baqa (kesadaran diri bahwa atas sekalian mahluk berdiri Tuhan sebagai pengendali/ kesadaran akan hari akhir).

Yaa .. hampir semua (yang melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh) merasakan penomena ini ... menekan khalbu dan meneriakkan air mata penyesalan dan melemparkan jiwa ke angan-angan (hasrat yang besar yang dihalang-halangi nafsu diri) untuk memuji Alloh, menggetarkan seluruh badan (sebagai manifestasi keimamanan), dan membekas dalam akal (perasaannya menghantarkan hati kepada hikmah dan akal kepada pemahaman) sehingga bersemayam dalam hati sebagai buah taubat (ilmul yakin itu, memudahkan hamba merengkuh derajat pengabdi sejati).

Sementara itu Al-Qur’an bergema syahdu (17 Ramadhan), mengalun di antara keheningan suasana, di antara ketakjuban hamba memandang cahaya hijau (jiwa yang tengah mabuk oleh nikmat Illah) yang mengundang ketenangan dan kelupaan pada yang lain. Cahaya itu bermain di lubuk hati, menenggelamkan jiwa dalam keagungan Zat Tuhannya. Cahaya itu menari bersama alunan suara merdu Al-Qur’an, melayang ke kanan dan ke kiri, berputar-putar dan terbang menembus 7 lapis langit, lalu meluncur kebawah dan terbenam ke dalam 7 lapis bumi, yang kemudian tersujudkan tubuhnya dalam keadaan khusyu (di dalam perut bumi itu). Air matanya mengalir (perasaan hatinya diungkapkan oleh lisan dan perbuatannya), bercampur dengan air-air tanah (ungkapannya selaras dengan keadaan alam yang berada disekelilingnya) dan terminum oleh mahluk bumi (mahluk bumi menyaksikan dan mendengarkan ungkapannya). Setiap mahluk yang meminumnya (menyimaknya) akan keluar air matanya, lalu tersegak dadanya, menimbulkan suasana kesedihan dan tawadhu yang mendalam. Bagi setiap mahluk yang suci, setelah merasakan air itu, dirinya tenggelam dalam alam ubudiyah (ungkapan yang didengarnya, membuka kesadaran akan Ta’abudnya kepada Alloh), yang oleh sebab keikhlasannya dalam mengagungkan Alloh (saat mengalami kesadaran itu ia menjadi sadar akan kebesaran Alloh), ia berubah menjadi air (tenggelam dalam suasana hatinya), merembes masuk dan bersatu dalam kepungan air mata di dalam perut bumi (ia mengetahui dan merasakan apa yang dialami orang yang melayang jiwanya tersebut). Seandainya bumi menangis (ummat mengetahui hakikat penyembahannya kepada Alloh), maka terjadilah banjir Nuh yang teramat hebat (tegaknya suara-suara kebenaran dan penentangan kepada yang bathil).

Al-Qur’an itu menarik pecintanya ke dalam kereta kemuliaan (hidayah/pahala), memberi keindahan mulut dan lidah dalam mengiringi lantunan kalamullah (sebagaimana yang Alloh janjikan, bahwa Ia akan lejatkan jiwa saat melantunkan Al-Qur’an di malam hari). Telinga-telinga yang asyik mendengarkan Al-Qur’an terbuai di dalam tidur yang lelap (tenggelam dalam alam penyaksian akan makna yang ia temukan dalam lantunan ayat-ayatnya) dan bermimpi bertemu dengan Tuhannya (Apa yang tersaksikan olehnya, membukakan pintu hati sehingga bisa berdekat-dekatan serta merasakan nuansa cinta yang Alloh hembuskan).

Tiap-tiap insan menari-nari (bahagia disaat menikmati nuansa cinta-Nya), berlarian tak menentu arah (merasakan kerinduan dan ketakjuban), gundah (ketidak-sabaran untuk menemukan bukti kebenarannya dan janji-janji Alloh), dan memuncakkan kekhawatirannya (kalau-kalau tidak tergolong orang yang mewarisi janji-janji dan kenikmatan dari Alloh).

Sebagian di antaranya bersimpuh, sujud syukur (kepuasan setelah menemukan apa yang dirindukan). Ya..taman riyadhoh ini seperti syurga, dan inilah memang syurga dunia. Siapapun yang ingin buah amalnya, terwujudlah dengan segera dihadapan arifin.

............................... (suasananya menjadi hening).

Tiba-tiba suasananya terdiam, hening dan menciutkan tiap-tiap jiwa (takut kalau yang hadir adalah kebencian Alloh atas segala cela yang tak dapat dilihat tatkala sedang beribadah kepada-Nya). Semuanya bertanya-tanya, “Apakah gerangan ini sebabnya ?”.

Datanglah angin menderu-deru dari sisi pengikut Rasulullah Muhammad SAW. Bergetarlah bumi hingga terasa ke lubuk hati, menumpahkan air mata Ulama dan membuat pingsan Arifin. Tiap-tiap hamba menjerit dan berlari mencari berita, di antaranya ada yang mendekap Ulama dan ada pula yang menangisi Arifin. Para ulama membeku menjadi es (ketakutan akan kiamat, sementara ia merasa amal perbuatannya belum cukup), dan Arifin mati suri (Tersentak bahagia karena bila kiamat benar terjadi ia akan segera bertemu dengan Alloh pujaan hatinya).

Hati hamba yang terpanggil (orang yang banyak mengingat Alloh) menjerit keras, “Ada apa ini .. siapa gerangan yang datang?”. Maka timbunan es dan jenajah itu menggemakan suatu kalimat, “Subhanallah (Maha suci Tuhan kami), subhanallah, subhanallah, …..”. Maka cahayapun terpijar (haqnya ilmu yang mereka sampaikan) dalam keheningan itu dari tiap-tiap bongkah es. Dan kesucian (keikhlasan dan kebenaran dalam menyembah Alloh) jenajah menimbulkan harum (hikmah) yang menghadirkan kerinduan (keinginan untuk mensucikan jiwa).

Dari cahaya hijau terang berkumpul seperti awan melingkari dan bergerak cepat meliuk-liuk di antara pinggang, punggung dan dada Mukmin, ada suara yang berkata, “Telah Ku sempurnakan agama-Ku untuk mu” . Maka hancurlah kepingan-kepingan es (hilanglah ketakutan akan kecelakaan dalam menjalankan syariat) yang melingkupi tubuh ulama (yang meliputi hati ulama). Sebelum kepingan itu hendak membentur tiap-tiap hamba Alloh (kelegaan ulama dirasakan ummat), berubahlah bongkahan es itu menjadi cair (berubah kelegaan itu menjadi bias-bias hikmah) dan membasahi hamba sehingga menyebabkan ia bertanya lebih dalam ke lubuk hatinya (perihal ilmu yang menyebabkan ulama lapang dada, agar ummat tidak taqlid kepada mereka). Bongkahan yang terpental ke atas, berubah menjadi hujan salju, menyejukkan dan menenangkan hamba-hamba Alloh.

Sementara itu, rona merah membara (mahabbatullah) keluar dari jasad arifin, menggemakan suara yang bersahutan bak riak air, “Alloh ... Alloh ... Alloh ...” Cahaya itu membentuk gelombang cahaya yang nampak, menarik perhatian hati-hati yang mati (jiwa yang jauh dari Alloh), membenamkan ulama ke dalam kuburnya masing-masing (menjadikan ulama semakin giat menelaah kitab dan mengolah ruhani dalam ibadah mereka), dan membuat ummat terperanjah (terkesima dengan penomena kesejatian penghambaan arifin kepada Alloh).

Sekonyong-konyong, muncullah angin yang menderu-deru. Dari langit sana terbuka pintu-pintu rahmat dan ampunan Alloh ... “Laa illaaha illallah, laa illaha illallah, laa illaha illallah ...” , angin itu bersahutan. Angin itu bercampur dengan cahaya hijau dan berkumpul dengan cahaya kuning dan tengah-tengahnya terang benderang bak galaksi.

Di tengahnya ada suara, “Adakah orang yang berdo’a? pasti Ku kabulkan do’anya. Adakah orang yang memohon ampunan? Pasti Ku ampuni ia. Adakah orang yang meminta? Pasti Ku beri ia!”. Kepada beberapa orang yang tidur dengan lelapnya suara itu melengking, “Dusta!, orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi ketika malam tiba, dia selalu tidur melupakan-Ku. Bukankah setiap orang yang mencintai itu pasti dia senang berkhalwat bersama kekasihnya?” Dan hanya pengikut sunnah Nabi sajalah yang tetap berdiri (sholat Malam) menegakkan tubuhnya. Kepada orang yang sholat itu, cahaya itu bergetar lalu dari getarannya terhimpun suara, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu tapi engkau pasti mati; berbuatlah sesukamu tapi engkau pasti dibalas menurut perbuatanmu itu; cintailah siapa saja yang engkau kehendaki tapi engkau pasti akan berpisah dengannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mu’min itu ialah shalat waktu malam dan kebesarannya ialah ketiadabutuhannya kepada manusia (sebab ia yakin, tanpa Tuhan mereka tak memberikan maslahat maupun mudharat sedikitpun)”

Itulah dia hebatnya lailatul qodar, yang muncul beserta rombongan malaikat yang diberikan tugas oleh Alloh kepadanya untuk memberikan salam dan rahmat kepada orang yang menjalankan puasa dan orang yang menegakkan sholat di malam Lailatul Qodar. Dalam hati orang yang tegajk berdiri dalam menyaksikannya, Lailatul Qodar muncul bagaikan kereta kencana yang gemerlap ... menjemput hamba-hamba Alloh yang bersungguh-sungguh ibadah dan niatnya untuk memasuki Mahligai Kebesaran Maha Raja.

Suasananya sangat hebat di atas sana. Semuanya menari-nari kegirangan sambil bercucuran air matanya. Para malaikat bertasbih, memohonkan ampunan untuk ummat Muhammad SAW, mengelus-elus jiwa yang sedang susah dan membelai kasih kepada orang-orang yang berdosa seraya menyampaikan wasiat Alloh (kedalam hatinya), “Wahai orang-orang yang menganiaya dirinya, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Alloh”. Tetes air mata berubah menjadi permata syorga (tetes air mata dipahalai dengan kedudukan di syorga) dan buah delima (perasaan yang berkesan) sepanjang masa. Masing-masing (dari undangan Alloh itu) membeku (khusyu) dan membisu (menerawang menuju alam hikmah), menyaksikan mahluk bersujud dengan kehendak-Nya. Keadaan tersebut berlangsung hingga fajar tiba.

Dalam kelelahan jiwa akibat tangisan dan ketakjuban semalaman, turunlah tiap-tiap insan yang diundang Alloh (pada Fajar itu) ke bumi (Alam sadar/bangun dari kesyahduan dan kekhusuan). Alunan puji-pujian kepada Alloh dan sholawat untuk hamba Alloh, mengiringi kepergian insan. Bidadari-bidadari berbisik-bisik sambil bergelik tawa, mengisyaratkan kepada insan rasa cinta yang mendalam... bermain dalam gejolak asmara (insan merasakan cintanya sehingga menambah hasratnya untuk meraih bidadari itu dengan amal di dunia). Para bidadari itu menyanyi,

Kami adalah wanita-wanita cantik yang menarik[2], istri orang-orang yang mulia.
Kami adalah wanita-wanita yang hidup abadi dan tidak mati,
kami dapat dipercaya dan tidak membuat ketakutan,
kami berdekatan dan tidak berjauhan.

Sesungguhnya insan ingin tetap tinggal di sana, namun Alloh tak menghendakinya. Kakinya terpimpin menuruni tangga-tangga langit. Insan bersedih melihat sudara-saudaranya di bumi, takjub kepada dirinya (karena melihat bekas-bekas kemuliaannya)[3]. Hatinya mengkerut sedih dan menjerit kepada Tuhannya. Sesungguhnya Alloh sangat kasih kepada dirinya, sehingga dalam ucapan-Nya, “Kun fayakun!” jadilah berbagai tambahan nikmat mengalir bersama rangkaian bunga rahmat. Para Malaikat bertasbih dan berseru, “Maha Suci Engkau. Tiadalah kami mengetahui melainkan sebatas apa yang telah Alloh ajarkan kepada kami”.

Hilanglah diri insan dari pandangan mahluk. Beserta itu, melajulah jiwa mahluk ke alam hakikat sehingga ia saksikan esensi Tuhan dan ia tentram dalam dzikirnya kepada Tuhan dalam penyaksiaan akan keberadaan-Nya itu. Laa wujuda Illallah (Tiada wujud selain Alloh) ..., maka terlemparlah segala wujud mahluk ke arah kebinasaan di saat terbitnya mentari kebaqaan dan ke-Esaan Alloh di dalam hatinya. Bergemuruhlah hatinya, lalu terdengarlah suara,”Segalanya adalah fana (rusak), dan tetap kekallah wajah Tuhan Dzuljalali Wal Ikram”.

Saat ia menghentakkan kakinya di muka bumi, dari hentakannya terpancarlah cahaya. Dari getaran hentakkan itu, tumbuhlah bunga-bunga cinta menyebarkan aroma. Lebah bergembira mendapatkan makanannya berlimpah. Insan memuji-muji Tuhannya.

Tak ada keindahan (yang pernah insan saksikan) selain keindahan ini. Tiap-tiap nyiur merendahkan tubuhnya untuk memberikan perlindungan kepada insan dari teriknya mentari yang sinarnya begitu syahdu dan tak menggangu sejuknya angin kebahagiaan. Pohon yang rindang ikut melindungi insan bersama nyiur itu. Burung-burung cantik jelita bermain-main di atas kepalanya, harimau menjadi jinak, mengelus-eluskan tubuhnya kepada insan. Semua mahluk cemburu bila ada yang mendekatinya, semuanya berlalu dalam suka citanya masing-masing. Sejenak alam terdiam saat hadirnya suatu suara yang mengalun beserta angin, “Dan, apapun ni’mat yang ada pada kalian, maka itu datangnya dari Alloh.”

Inilah insan sadar yang merasakan kebahagiaan di dalam taman riyadhoh yang begitu indah, mewangi baunya dalam lubuk hati. Berjuta-juta manusia terangkat dari neraka karena permohonan mahluk berjubah hijau kemilau (Ramadhan). Hampir 70000 ummat Islam yang berdosa terangkat dari neraka oleh sebab syafa’atnya. Maka segala pujian bagi Alloh, selama hasrat masih bangkit dan angan dapat disingkirkan.... (insan menghadapi kenikmatan disanan dengan tekad hendak menggapainya sungguh-sungguh, bukannya angan belaka).

Tiada yang lebih berkuasa selain dari pada Alloh, sehingga berlarianlah ke-Akuan hamba (kesombongan pergi) yang menentang titah Maha Raja (setelah menyaksikan kebesaran-Nya dengan keyakinan) ....

Ar-Rofiqul A’la ….. Ar-Rofiqul A’la ………………..
Ar-Rofiqul A’la ………………..

Saat mendengar kalimat Ar-Rofiqul A’la, teringatlah insan pada kematian syidina Muhammad SAW.... Tak ada seorangpun yang menyaksiakan kepergiannya. Beliau diurus malaikat Jibril sahabatnya yang dimuliakan Alloh di kerajaan langit sana.

Sungguh, ketulusan jiwa (Rasul) begitu berbekas dalam jiwa sahabat-sahabatnya. Berderailah air mata (cinta kasih) sahabat-Nya saat kematian beliau SAW. Seakan tak percaya ... mungkinkah mahluk mulia juga diwafatkan Alloh SWT, dalam kesendirian tanpa penyaksian para sahabat dan keluarganya?.

Inilah insan mulia yang dunia tercipta karenanya. Alloh sendirilah yang telah menciptakan dzatnya yang suci. Dalam kesendirian, beliau menemukan (kebenaran ajaran) Tuhannya (di Gua Hira). Sayidina Muhammad buah hati Awliya, meninggalkan isak tangis sahabat yang menyendiri dalam kesedihan diri... meninggalkan terlampau banyak lukisan indah di lubuk hati. Betapa dalam rasa cinta shohabat, sehingga ada yang berteriak di muka peratap, “Barangsiapa yang menyembah Muhammad, sesungguhnya beliau itu fana. Barangsiapa yang tetap menyembah Alloh (dengan tanpa mensyarikatkan-Nya dengan apapun), sesungguhnya Alloh itu kekal abadi...”

Menderu-derulah semesta berkhidmat pada kesedihan yang tersimpan di lubuk hati, Nabi Khidir melayat beliau dari alam bathin, membisikkan kepada Jema’ah akan adanya tipu daya Iblis. Semua jagat bersemayam penuh kepasrahan pada Sang Pencipta. Pujaan semesta harus meninggalkan alam fana untuk selamanya. Sementara itu, para bidadari berjejer di sepanjang tangga perjalanan ruh Rasulullah, dan para malaikat begitu bahagianya menyambut kedatangan kekasih Alloh[4].

Dari mulut jasadnya terpatri kalimat, “Ummatku”, begitu mendalam kekhawatiran beliau pada ummatnya. Tak ada tangis sendu oleh sebab kerinduan kepada beliau melainkan beliau tarik tangan sang perindu. Menggenggam jemarinya terasa halus, membuat hati damai ... halus nian perangai suci sang utusan Rabby. Saat mata bertemu mata, hasrat diri ingin mengungkapkan kata cinta, namun kehinaan menghalangi diri, kehinaan yang tak pantas untuk berdiri di hadapan kekasih Maha Suci. Sungguh Rasulullah berjiwa tampan... insan memilih diam lalu tertunduk malu... selama hidup lalai, menyusahkan. “Sayyidku kasih akan daku, tetapi daku tak kuasa menaruh rindu”, demikianlah insan berkata dalam hatinya, di dalam kehinaannya. Cinta yang harus sampai kepada Alloh, ternyata tak sampai oleh sebab laku maksiat yang selalu terjamah jiwa insan, malu yang mendalam membuat jiwa hendak bersembunyi dan menutupi wajah dari beliau, namun dimanakah tempat persembunyian yang tepat di saat jiwa berhasrat untuk tetap tegak berdiri di hadapan kekasih Alloh?. Selain bersimpuh mendekap jiwa Habiballah, seraya memohon syafaatnya. Lalu beliau ungkapkan, “bantulah aku dengan mendirikan sholat”.

Beliau memapah insan menghadap Alloh kekasih dan pengasihnya(dengan sunnah dan ajarannya). Dikenalkan insan akan sifat-Nya yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang akan ummat Muhammad khususnya. Hingga bila insan telah larut dalam makrifatnya, Rasulullah tak dilanda api cemburu ... bahkan beliau berbahagia melihat ummatnya tidur terlelap di dalam ayunan mungil. Dielus-elus raganya oleh Sayyid, kata-katanya jauh menembus bathin hingga kehidupan dunia semakin menjauh dari hatinya. Lalu beliau berwasiat, “Cintailah Alloh, Rasulullah, dan kedua orang tuamu”. Maka insanpun menangis menahan malu, tak ada hasrat untuk memalingkan wajah dan tak ada sepatah katapun yang terucap. Beliau mengerti dan mencium mesra kening sang insan... lalu berlalulah jiwanya menembus kabut yang biru. Dalam kabut itu beliau mengucap salam bagi ummatnya, lalu berkata, “Tetaplah dalam memegang keyakinan, Alloh akan mengangkat semua ummatku dari kehinaan.” Akhir dari mimpi adalah bangunnya kesadaran bahwa betapa banyak insan menyakiti dan membuat risau beliau. Insan yang seperti inilah yang sering membuat resah Sayyid. tetes air mata Rasulullah menimbulkan keridhaan Alloh, sehingga Alloh angkat ummat beliau dari kehinaannya.

Menyelusup diri ke dalam khalbu, memendamkan jiwa dalam kehampaan. Semoga sholawat serta salam tercurah kepada Rasulullah semesta Alam, beserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikutnya, yang semoga Alloh ridha kepada sekalian. Di manapun dan kapanpun, semoga tetap tercurah. Hingga tiap curahannya, membasahi kami semua, menyadarkan kami yang tengah dirundung kepahitan (hidup) dan kekalahan (dalam menyembah-Nya). Kehinaan yang berkecambuk dalam kebodohan, kelemahan cinta kepada Alloh, dan pengabdian kepada-Nya; semoga Alloh berkenan memberikan pertolongan kepada insan yang tak memiliki kekuatan dan selalu mendzalimi diri. Setelah sekianlama diri terombang-ambing oleh kebodohan dan kejauhan, kiranya Alloh sudi memperkenalkan (hakikat kehidupan), yang dapat membuat diri mampu terbebas dari keterpedayaan.

Sungguh malang jiwa yang lemah, hidup bersemai kefanaan namun hati rapuh tak mengenal kehambaannya kepada Alloh.

Jiwa mencuri amal dan hilanglah kebaikan... mudharat kehidupan seakan tak dirasakan.

Hidup diri bagai pagar alam, tak berdaya diri dari kecamuk alam, lupa daratan berlimang kemaksiatan.

Mengangkat badan sungguh berat dirasakan.
Maka tahulah diri akan kejahilan yang tiada terlihat selama dalam buaian kesedapan jahili.

Ilmu berlimpah kasih bertambah, namun taufik dan hidayah tiada, hatipun gundah.

Inilah uraian diri dalam kehinaan.

Andai diri hilang (dari keAkuan) adalah suatu kebahagiaan.
Karena keberadaan diri hanyalah menambah kedukaan yang terlampau banyak menyukakan syetan.

Alloh berada dibalik kefanaan,
itulah yang tertangkap dari lubuk rasa yang tak bermakrifat, padahal Alloh hadirkan segala.

Sungguh Alloh berhak untuk mengadakan.
Di antara kesalahan ada pelajaran,
namun kehinaan diri takutlah dirasakan.

Bila Alloh jauh karena diri tak berkeyakinan, hilanglah arti dibalik kelupaan.
Hilang diri lebih baik dari pada hilang Kemakrifatan,
Musyahadah seakan hanyalah hayalan.

Fantasi indah, Tuhan hamba Yang Maha Pemurah.
Semoga rahmat-Nya tercurah, pada hamba-Nya yang berendah,

Sungguh teramat cinta Tuhan,
maka beliau kirim Al-Qur’an.
Beliau hadir dalam segalanya,
menguji insan menambah kecintaan.

Duhai elok kiranya melihat Tuhan,
hilang diri karena satu Kebesaran.
Kiranya kesadaran tak kunjung hadir
tanpa kasih dan hidayah Rabbul Malikul Haq.

Inilah buah tangan Tuhan yang menguji insan, melepas diri dari sifat keinsyanan.

Uluhiyah dan Ubudiyah... menggapai insan pengikut Muhammad yang mulia. Menemukan kata hina dan menyetujuinya pada diri, namun tak tahu rasa dan maknanya pada diri. Duhai, semoga berkah ampunan menyertai lukisan, karena insan hina tak berperikehambaan, kepada Tuhan insan berserah akan segala rasa dan keyakinan. Bila Engkau kirim hujan dibalik penderitaan, sungguh damailah jiwa insan. Bergemuruh malaikat bertasbih, menggelegar di antara awan. Hasrat sekiranya insan senafas dengan malaikat, serta berdzikir memuji Engkau yang sejati, menambah harum bunga sejati, melepas segala hasrat dan keinginan.

Duhai Tuhan tujuan insan, kapan insan bertandang pulang, membawa bekal yang Engkau sisakan dari sekian banyak cinta kasih yang Engkau beri. Alloh Rabbul ‘Izzaty ampuni kami, ummat Muhammad yang selalu meresahkan kekasih sejati di sisi-Mu.

Wahai Al Haq, inilah keadaan insan, yang sedang berdengdang dalam kehinaan, tak menyadari akan segala keputusan, wahai diri Tuhan insan Yang Maha Lapang. Tiada hidup insan melainkan dihidupkan, tiada daya insan melepaskan bisikan. Engkau Tuhan lebih tahu kemanfaatan, lepaskan kami dari kehinaan.

Duhai Alloh, jadikan kami hamba sejati yang membuat cerah wajah Sayyid kami, baginda Muhammad dekatkanlah untuk memimpin perjuangan kami. Wahai Alloh Raja sejati, pimpinan-Mu meliputi segala pimpinan, tak kuasa kami menggapaimu, melalui kekasih-Mu kami dicurahkan.

Inilah insan yang tak tahu diri, memuji Engkau tanpa sebuah arti. Andai kehinaan diri disadari, ketulusan hati tiada terkira. Maafkan insan yang selalu lupa, sungguh berat uji yang Engkau beri. Diantara lubuk hati dan jiwa, Engkau berada menampakkan jati diri dan kepalsuan kami. Duhai, kiranya kami banyak mengingat-Mu. Namun apalah daya, jiwaku tak kuasa sebab ilmu belum tiba.

Insan tunduk dalam keputusan-Mu. Insan diberi kesadaran akan ketertipuan, maka cukuplah kiranya kepada Engkau insan diserahkan (dalam menuju pertaubatan). Tanpa Engkau wajah kami kusam, tanpa beliau hidup kami tak tentram.

Jangan salah wahai insan, tiada maksud diri menggurui, karena guru sejati berdiri menanti, dan Guru Abadi tak dapat dipungkiri. Anggap saja cerita tak berarti, karena keberartiannya ada dilubuk hati. Cerita dalam kertas ini bolehlah hidup, namun apalah arti sebuah kertas jika ia mengotori peng-Esaan Tuhan atas sejumlah insan yang tak mengerti.

Sampai di sini insanpun berserah diri, melepaskan kepemilikan atas diri. Alloh berhak menuntut perbuatan-Nya sendiri dan dengan-Nya insan mendapatkan ampunan serta keselamatan.

Rahasia apalah yang mengangkat pendosa dari neraka melainkan rahasia rahmat dan keadilan Tuhan. Tiada daya insan melainkan dengan Alloh, dan tiada daya upaya insan melainkan dengan Alloh saja, tak perlu insan dihadirkan (dalam sebuah karya ini). Karena kehadiran insan menimbulkan bala serta fitnah, sementara kehadiran Alloh melegakan.

Terbangkan saja hamba yang kecil ini, campakkan ia dalam kedekatan, karena hamba hanyalah debu dari sebongkah jarah yang menyusahkan dirinya sendiri.

Duhai dengan apa lagi hamba melupakan diri, melainkan dengan kesempurnaan Al-Ubudiyyah. Ingat!, bukan ilmunya (hamba) tetapi Ilmu-Nya.

Yaqin mengajak untuk tidak berharap.
Tidak terlalu berharap mengajak kepada zuhud (Bersikap dingin terhadap apa yang dibenci Alloh dan menggebu-gebu kepada apa yang dicintai oleh Alloh)
Zuhud menghasilkan hikmah, dan hikmah mendorong untuk melihat akibat di kemudian hari.
Tiga tanda yaqin:
Tidak terlalu banyak bergaul dengan manusia (kecuali ulama yang arif),
tidak memuji mereka jika mendapat pemberian,
dan tidak mencela mereka jika tidak mendapat pemberian mereka.
Sementara tanda lainnya:
Memandang kepada Alloh dalam segala sesuatu,
kembali kepada-Nya dalam segala sesuatu,
dan memohon pertolongan kepada-Nya dalam keadaan bagaimanapun jua.
(Dzun Nun Al-Mishry)

[1] Seperti: pahala suatu amal yang dilipatkan dan dibukanya pintu taubat, rahmat, dan hidayah
[2] Seorang laki-laki di syurga akan benar-benar didatangi seorang wanita yang menepuk pundaknya, hingga laki-laki tersebut bisa melihat wajahnya di pipi wanita tersebut, yang lebih bening dari pada cermin, dan sesungguhnya butir mutiara terkecil yang ada padanya dapat menyinari timur serta barat. Wanita itu mengucapkan salam kepadanya dan ia menjawab salamnya, seraya bertanya, “Siapakah engkau?.” Wanita itu menjawab, “Saya adalah tambahan.” Wanita itu mengenakan 70 lembar pakaian, yang paling luar seperti darah. Dia mengarahkan pandangan ke wanita itu sehingga bisa melihat sum-sum betisnya yang tembus pandang. Dia mengenakan mahkota, dan mutiara paling kecil padanya dapat menyinari timur dan barat.”
[3] Sesungguhnya jika Alloh mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril seraya berfirman, “Sesungguhnya Aku mencintai Fulan, maka cintailah ia!”. Rasulullah bersabda, “Maka Jibril mencintai hamba itu, kemudian berseru di langit, dengan berkata: Sesungguhnya Alloh mencintai Fulan, maka cintailah ia!.” Lalu para penghuni langit mencintainya. Rasulullah bersabda, “Kemudian dijadikanlah orang-orang menyambutnya di bumi.”
[4] “Seseorang itu beserta yang dicintainya dan mendapatkan apa yang diupayakannya.”

Tidak ada komentar: