04 Mei 2008

Kilatan Rasa

Saat rasa sirna tenggelam dalam keasyikan. Hasrat hidup bergerak-gerak, detak jantung berhenti sekejap dan lubang udara tertutup. Mulailah akal berfikir :

Dua yang awal menentukan kilatan rasa yang terbekas dalam lubuk rasa. Kilatan tersebut terbentuk dari hasrat-hasrat hidup dengan tambahan-tambahan lainnya.

Dengan sirnanya hasrat hidup apakah kilatan rasa juga sirna ?

Ya !, sebab hasrat hidup merupakan perhubungan jiwa dengan rasa.

Apakah dengan sirnanya jasad berarti sirna pula rasa ?

Tidak !, karena rasa itu ruhi.

Melibatkan jasad dalam kilatan rasa berarti kwalitas rasanya adalah kwalitas nafsiah, jasadiah atau syahwatiah. Sementara tanpanya, maka kwalitas ruhiyah menjadi kwalitas termulia dengan konsekuensi perhubungan dengan Yang Maha Suci.

Kita tahu kedamaian saat dzikrulloh adalah keadaan karena pengaruh-pengaruh kilatan-kilatan rasa, dimana padanya kita temukan debar jantung yang stabil dan nafas yang teratur. Tak ada urusan jasadiyah terhadap pembentukan atau dukungan atas terbentuknya kilatan rasa. Kilatan rasalah yang membentuk kondisi jasadiyah.

Kilatan rasa yang terbit dari keterbukaan hubungan dengan Alloh. Kilatan rasa yang melahirkan keadaan damai ini lebih tinggi kwalitasnya dari segala sesuatu yang sifatnya jasadiyah. Sebab ia tak tersentuh oleh penyimpangan.

Tak akan ada penyimpangan tatkala pintu hubungan dengan Alloh terbuka, karena setiap kali kita menyimpang pintunya akan tertutup. Tak ada kesanggupan dari mahluk-Nya untuk menyimpangkan jiwa yang tegak, khusyu terselubung nuansa cinta-Nya yang digandrunginya.

Jelaslah bahwa jasadiyah kalah oleh ruhiyah. Tetapi sebagai hiburan bagi jasad, Alloh menghalalkan beberapa kenikmatan jasadiyah. Dengan penghalalan tersebut terbukti bahwa jasadiyah tidak untuk ditafikan, tetapi diluruskan dab disatukan dengan ruhiyah. Jelaslah bahwa urusan dan perhatian pokok kita adalah ruhiyah.

Tidak ada komentar: