04 Mei 2008

Bahtera Kita

Sekarang kita sedang berdiri di atas sebuah bahtera yang dikemudikan oleh nahkoda yang tak jelas kediriannya. Boleh jadi ruh kepemimpinananya berasaskan hukum langit, tteapi apabila tiada bukti kongkrit keseriusan dia dalam memperhatikan pembangunan watak berdasarkan aturan langit maka kita takut sikap dan sifat yang muncul darinya hanya kamuflase alam wilayah hukum langit. Dan sebenarnya dalam hatinya ia lebih suka mengikuti aturan nurani yang bersumber dari sebuah jiwa yang rapuh, yang apabila ombak menerpanya jiwa tersebut akan cepat tenggelam, sekarat dan pingsan .. dan bodohnya kenapa ia pertahankan prinsip aturan nurani yang tidak bisa dibandingkan dengan prinsip aturan langit. Mari kita mendarahdagingkan aturan langit dalam nurani kita, sehingga nurani kita dalam menjalankan bahtera bangsa ini dapat memandang lebih jelas, mana yang menghantarkan bahtera pada dermaga keselamatan dan mana yang tidak.

Bagaimana sebuah nahkoda yang berlayar di atas samudera tak memilih bahtera yang besar lagi kokoh, malahan memilih perahu kecil yang tahan diterpa ombak yang besar. Kita mahasiswa adalah manusia yang akan berhadapan dengan ombak yang besar dalam kehidupannya , yaitu ombak yang membawa insan tenggelam dalam kehidupan duniawi dan ombak yang membawa insan tenggelam dalam samudera kehinaan yang bertahtakan buruknya prinsip hidup dan akhlak.

Arifkah seorang nahkoda yang hendak menenggelamkan seluruh penumpangnya ke dalam jurang kehinaan hidup dalam samudera kehidupan ini ?. Tiadalah bahtera yang kokoh lagi tangguh selain bahtera yang dibangun atas landasan ajaran langit. Kita telah sering melihat nahkoda-nahkoda organisasi kesusahan dalam menghadapi masalah, lalau dia menganggap dirinya mampu sehingga tak sanggup membawa jiwanya untuk mengetuk pintu pertolongan Sang Raja. Barangkali Sang Raja telah sangat cemburu, sebab nahkoda yang memegang amanah kepemimpinan dari-Nya tak membangun bahteranya dengan pondasi, aturan-Nya.

Tidak ada komentar: