04 Mei 2008

Hijab

Di manakah sesungguhnya diriku, di saat aku kehilangan semua yang ku harapkan adanya pada diriku. Aku melihat betapa lemah dan miskinnya aku di tengah kehidupan yang selalu menuntut eksistensiku. Aku terlentang tak berdaya, tatkala roda dunia menggilas tubuhku. Hancur luluh semua tulang-belulangku.

Ku lihat seberkas cahaya di sudut mataku, menari-nari indah dan mengangingatkan aku kepada kenyataan manis yang pernah aku rasakan. Sebuah kehidupan, yang dulu ku nikmati sebagai bagian kasih-Nya. Yang karenanya aku tumbuh menjadi manusia dengan hati yang lapang, dan kebahagiaan yang berlimpah. Hanya karena kelemahan jiwaku, ku tinggalkan kehidupan itu, yang pada akhirnya ku ratapi kini karena ku rindui ia kembali.

Ku cerca diriku yang telah tega meninggalkan kehidupan manis yang tiada duanya. Ku hina ia karena meninggalkan kebersamaan jiwa dengan diri-Nya. Ku maki ia karena telah membuat aku diusir dari kemesraan-Nya. Ku pukul jiwaku karena ia telah membuat aku terrenggut dari semua kelejatan.

Aku telah berputus asa dari jiwaku. Ku harap ini adalah jalan terbaik bagi aku untuk meraih perhatian-Nya.

Ku tatap berulang-ulang lafadz Mu yang tiada duanya. Selalu ku pikir, kenapa aku begitu lemah untuk kembali kepada hadirat-Mu. Selalu ku renungi kenapa aku selalu terhalang untuk bisa merasakan kehadiran-Mu, meneteskan air mataku, dan tidak kembali pada kehidupan lalu yang menghijabi aku dari Kamu.

Ku sebut Engkau dengan penuh kesusahan. Tali-temali yang mengikat tubuhku, dan belenggu-belenggu telah membuat perjalanku kepada-Mu menjadi berat. Inikah siksa, ataukah memang beginilah perjalanan kembali kepada-Mu ?. Sebuah perjalanan yang belum aku kenal karena ketidaklayakanku dulu.

Aku selalu melihat kepada-Mu, namun tirai-tirai itu selalu mengganggu penglihatanku. Aku melihat Engkau menutup-nutupkan tirai itu, agar aku bertanya kenapa Engkau melakukannya ?. Agar aku melihat betapa Ia tidak suka dilihat ku apabila aku belum menghasrati diri-Nya.

Aku menarik tirai itu dan merobeknya. Lalu Engkau buat tirai baru yang sama-sama menjengkelkan diriku. Tirai yang kadang membuat aku mabuk karena bau harumnya, dan menjerumuskan aku pada ketidakberuntungan karena aku kehilangan-Mu.

Aku melihat Engkau dan kecemburuan Engkau menghantui hidupku. Selalu mengingat-ingatkan aku pada pelarianku. Selalu mengingat-ingatkan aku kepada rindunya jiwaku mendapat sentuhan indah jemari-Mu. Engkau yang berada di balik tirai adalah keindahan yang ku rasakan. Yang wajah-Nya tidak pernah dapat terlupakan, walau ruhku Ia musnahkan.

Engkau yang telah memperlihatkan betapa eloknya diri-Mu di balik tirai itu, membuat aku bersedih akan kepergianku dulu. Aku yang bodoh kembali pada-Mu … terima aku, sebagai pelarian-Mu yang tidak memiliki kaki lagi untuk melangkah karena kutukan-Mu.

Raih aku, karena ku tahu hanya Engkau yang bisa memberi aku malu dan menerima keadaanku. Karena ku tahu bahwa Engkau itu Maha Sabar terhadap kebodohan hamba-hamba-Nya. Karena hanya Engkaulah yang telah memberi aku kesadaran akan kefakiranku kepada Mu. Maka kepada Engkau saja aku meminta kelanjutan dari kesadaraku.

Tidak ada komentar: