04 Mei 2008

Jalan Menuju Pengetahuan

“Tidaklah segolongan orang berdzikir kepada Alloh melainkan para malaikat mengelilingi mereka, menyelubungi mereka dengan rahmat, menurunkan kepada mereka ketenangan, dan Alloh menyebut mereka diantara orang-orang yang ada di sisi-Nya” (Shahih Muslim, dari Abu Hurairah RA dan Abu Sa’id Al-Khurdy RA)

SENTUHAN PERTAMA

Alloh mengabarkan kepada kita semua, bahwa tiada Alloh menciptakan diri kita melainkan agar kita menyembah-Nya. “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku” [Adz-Dzariyat 56]. Tetapi dengan pernyataan Maha Raja tersebut, tidak mengartikan bahwa setiap dari kita dijamin akan dapat menyembah-Nya. “Lalu Alloh mengampuni orang-orang yang dikehendaki-Nya dan mengazabkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan Alloh maha berkuasa atas segala sesuatu”. [Al-Baqoroh 285].

Alloh menguji kepada siapa yang di kehendaki-Nya, agar setiap dari kita mengetahui siapa dirinya dalam Ujian Kehidupan ini, apakah kita seorang pecundang atau seorang kesatria dalam medan pertempuran menuju keridhoan-Nya. Bagi orang yang mengetahui, maka kita akan menyadari betapa lemahnya diri kita dalam menghindari kehinaan serta menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan. Padahal Tuhan setiap saat memberi kita kehidupan. Kita yang buta kepada kasih sayang-Nya oleh karena banyak menyukai kebencian-Nya, akan selalu merana sebab setiap kali nafsu kita di beri makanan ia akan terus meminta tambahan dan kita tak pernah mau mengekangnya dengan aturan Alloh sehingga jatuhlah kita pada kehinaan.

Namun di antara kita ada yang selalu berprasangka baik kepada dirinya sendiri, merasa dirinya paling cukup dan merasakan kekuranglezatan disaat menghadap-Nya, sehingga Alloh balikkan hatinya sampai ia tidak dapat menemukan cela yang dideritanya. Abu Ustman berkata, “Selama orang melihat sesuatu baik dalam jiwanya, ia tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang berani mendakwa dirinya terus-menerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup melihat kesalahannya itu.” Padahal menemukan cela adalah sebuah keutamaan. “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya.” [Al-Hasyr 18].

Dari adanya cela itu kita akan menyadari bahwa kita menghadapi dua pilihan, apakah kita harus hidup mulia dalam kehinaan atau mulia dalam menghinakan diri di hadapan Alloh. Kalau kita memilih hidup mulia dalam kehinaan maka tentu akal kita akan tidak sehat, sebab ia tak dapat menyaksikan kebenaran sebagai akibat kesombongannya yang menjadikan hatinya keras membatu. “Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (kepada jalan yang benar).” [Al-Baqoroh 18]. Mereka yang tidak memiliki rasa takut di saat dirinya melakukan pelanggaran kepada Alloh SWT, maka hatinya diliputi kotoran dosa yang lama tidak di taubati. “Alloh mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” [Al-Baqoroh 8].

Kehinaan memang layak bagi kita yang membiarkan jiwa menyukai apa yang Alloh benci. Kita larut dalam perdaya syetan di saat kita berada diantara dua kesukaan yang seimbang, yaitu suka kepada taat dan maksiat. Kita merasa tidak bersalah dengan maksiat yang tak sanggup kita halangi hanya karena merasakan adanya setitik kebencian kepada maksiat yang kita lakukan. Padahal menurut Imam Al-Jauzi dalam Kitab Shaidul Khotir bahwa setiap kejahatan yang muncul pada diri kita sementara kita tak menerima kejahatan tersebut tanpa sanggup menahan kejahatan itu agar tidak kita lakukan, maka dosa kejahatan itu tetap ditanggungnya.

Demikianlah, Alloh yang Rahiim menghendaki kita supaya hidup bersih sepenuhnya. Seperti seruan-Nya kepada istri Nabi SAW, “Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” [Al-Ahzab 53]. Alloh Yang Rahim menghamparkan kebahagiaan kepada kita yang mau bertaubat dan mengikuti lagu cinta-Nya. Alloh telah lama mengalunkan senandung cinta-Nya melalui lisan para Nabi dan Rasul, tapi mengapa kita tidak sanggup merasakan getaran cinta suci yang menyentuh lubuk sanubari. Atau barang kali hati kita sudah terlampau kotor dengan aib dan dosa, sehingga kita kaku dan tidak sanggup mencurahkan rasa kagum kita kepada Sang Pecinta. Atau barang kali karena memang kita tidak pernah mengetahui kehadiran cinta kasih-Nya di dalam kehidupan kita, sehingga kita masih senang terpuruk bermain dengan cinta nafsu yang cenderung kepada kehinaan.

Kenapa kita tidak berfikir untuk menjadi orang yang utama disisi-Nya. Apakah hanya karena kita mengetahui bahwa jiwa kita telah berputus asa sebelum melangkah menuju kepada-Nya?. Yang jelas kita belum dekat kepada Alloh, kalau kita dekat kepada-Nya dengan melakukan amalan yang Ia cintai pastilah kita akan tahu bahwa perjalanan ini hanya akan sukses dan indah bila Alloh bukakan hati ini untuk menyaksikan perbuatan Alloh yang penuh pengertian dan kesabaran dalam menghadapi kebodohan serta kehinaan kita. Haruskah kita selalu terpuruk dalam kehinaan yang selalu menjauhkan kita dari kebenaran dan kebahagiaan. Sementara kita sangatlah jauh dari memikirkan hari akhir yang lebih berat dari hari sekarang.

Mari kita ingatkan jiwa kita, bahwa kesejahteraan hidup di dunia ini memang bisa digapai dengan jalan taat atau maksiat. Namun di Akhirat kelak, hanya amal kebaikan kita di dunia saja yang menentukan kesejahteraan hidup kita. Mari kita saksikan hati kita, apakah kita menemukan ketulusannya dalam menyatakan kesediaannya untuk menapaki jalan yang Alloh ridhoi. Karena kelemahan kita dalam berlaku sabar dan awas terhadap tipu daya syetan telah menyebabkan kita terus terjelembab ke dalam jurang kehinaan. Kita ingin berlaku sabar, tetapi tak mau meninggalkan sifat tamak dan meninggalkan sikap berkurban demi Cinta Tuhan. Kita ingin awas terhadap gangguan syetan tetapi kita enggan mengambil ilmu-ilmu keagamaan. Maka kebahagiaan yang diharapkan oleh kita dalam benak ini hanya akan menjadi buah kesengsaraan oleh sebab ketidakjujuran kita dalam menyatakan penyerahan diri serta pertaubatan kepada-Nya.

Sudah banyak kita mengalami cobaan hidup, maka seharusnya kita belajar untuk menimbang-nimbang kebahagiaan yang kita peroleh dengan jalan kedekatan dengan-Nya atau jalan penjauhan. Apakah dunia ini sanggup menenangkan hidupmu. Lalu coba kita rasakan bagaimana kemanisan yang diperoleh dengan jalan pengabdian kepada-Nya dengan jalan pengabdian kepada nafsu birahi?. Hanya orang yang berakal yang dapat menyatakan kenikmatan di sisi-Nya secara tulus murni. Sementara orang yang buta hanya akan sengsara dengan kebencian Alloh kepada dirinya.

Sengaja Alloh susahkan orang yang Alloh benci untuk kembali kepada-Nya dan berhimpun setiap waktu dengan kehampaan ruhani, agar ia memilih untuk kembali kepada-Nya bukan karena hilangnya kesempatan ia untuk melakukan maksiat, tapi oleh karena ia tahu bahwa dalam kejauhan dengan-Nya hidup ini sengsara. Kita memang harus bisa membedakan mana lezatnya hidup dalam kemuliaan dan kesucian hati serta mana lezatnya hidup dalam kehinaan serta kerusakan hati oleh tabiat-tabiat buruk. Seandainya kita mau mendengarkan keterangan Alloh, pastilah kita menyadari bahwa hati yang menerbitkan keburaman pada wajah dan mewujudkan pekerti buruk adalah oleh sebab endapan dosa dalam hati yang tak pernah kita taubati.

PENGKAJIAN ILMU MENUJU KESADARAN.

Sesungguhnya masa itu berjalan sangat cepat. Kita masih saja terduduk di tepian keyakinan kita kepada Alloh. “Demi masa, sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi.". Betapa yang demikian itu telah menyebabkan kita terhalang untuk memasuki dunia kelezatan dari sungai kemuliaan Alloh, yang Alloh berikan hanya kepada orang yang mau keluar dari kenistaan dan kerendahan ahlak menuju martabat pengabdi Alloh yang berjuang mencari kedudukan di sisi Alloh SWT. “Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Alloh maka Alloh akan memperbaiki hubungannya dengan manusia. Barangsiapa memperbaiki apa yang dirahasiakannya (perilaku buruknya), maka Alloh akan memperbaiki apa yang dilahirkannya (amal kebaikannya).” [HR Al-Hakim]

Bagaimanapun juga kita harus menyadari bahwa kematian itu lama kelamaan akan mencegah kita dari menikmati segala apa yang kita sukai di dunia ini. Bukannya dengan khabar datangnya kematian, Alloh ingin agar hamba-Nya tak menikmati segala keindahan duniawi; tetapi Alloh menghendaki agar dengan bayang-bayang kematian yang akan segera memenggal kepala hidup, kita termasuk orang yang bersegera dalam kembali kepada-Nya dan mempersiapkan bekal untuk mendapatkan kedudukan di sisi-Nya. “Perbanyaklah mengingat kematian. Seorang hamba yang banyak mengingat mati, maka Alloh akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya akan sakitnya kematian.” [Hadist].

Alloh ciptakan dunia ini untuk dinikmati hamba-hamba-Nya dan Alloh lebih percaya kepada hamba-Nya yang mau menjadikan dunia ini sebagai tempat pengabdian kepada-Nya. Apapun yang dilakukan di dunia menentukan apa yang akan kita peroleh di akhirat. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” [AZ-Zalzalah 7-8].

Kita harus tahu bahwa senikmat-nikmatnya kenikmatan yang diperoleh orang yang dibenci Alloh, yaitu orang yang ingkar; tak samalah artinya dengan kenikmatan yang diperoleh orang yang taat kepada-Nya, yaitu orang yang hidupnya digunakan untuk meraih kedudukan di sisi Tuhannya. Kenikmatan yang diperoleh di saat kita berjauhan dengan Alloh, oleh sebab keengganan kita melakukan apa yang dicintai-Nya, hanya disebabkan bertentangan dengan kesukaan kita secara nafsiah adalah kenikmatan yang berada didalam bayang-bayang azab Alloh.

Bila Alloh sudah membenci kita sebab kita tak mau mengikuti seruan-Nya menuju kesejahteraan hidup yang Alloh tawarkan, maka kita akan senantiasa berhadapan dengan halang dan rintang yang pahit rasanya, sebab harus meninggalkan apa yang kita cintai dengan perasaan berat dan tidak ridha. Apalagi jikalau kita benar-benar sudah menyukai apa yang Alloh benci dengan sukarela, maka Alloh butakan hatinya dari menghasrati jalan kehidupan yang mulia. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Alloh membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Alloh (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?.” [Al Jaatsiyah 23]. Sehingga dalam pandangannya dunia ini bagaikan sesembahan selain dari Alloh, betapa loyal dirinya dengan apa yang dibenci Alloh sehingga Alloh cemburu dan meninggalkan hamba tersebut dan mencampakkan kemanisan disaat bermunajat kepada-Nya. “Sesungguhnya Alloh itu cemburu dan Mukmin itu cemburu. Kecemburuan Alloh ialah jika Mukmin melakukan apa yang diharamkan atasnya.” [Diriwayatkan Asy-Syaikhany, Ahmad, dan Turmudzi].

Bila apa yang dicinta meninggalkan dirinya, iapun serasa akan mati sebab tak punya pegangan untuk mencurahkan perasaan kekecewaan dan tak memiliki pandangan yang benar dalam masalah terrenggutnya apa yang dicintainya oleh sebab kematian hatinya dari menyaksikan hikmah kebijaksanaan Tuhan. Padahal samudera keindahan dari setiap perpisahan itu hanya dapat direngkuh oleh kita yang hatinya selalu bersua dengan-Nya dalam pujian kepada-Nya dan dalam perendahan hati kepada-Nya. Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadist Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada sesuatu yang lebih cemburu selain dari Alloh. Untuk itu Dia mengharamkan berbagai kekejian, yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan tak seseorang yang lebih mencintai pujian selain dari Alloh. Untuk itu Dia memuji Diri-Nya sendiri. Dan tak ada seseorangpun yang lebih mencintai alasan selain daripada Alloh. Untuk itu Dia mengutus para Rasul.” Samudera itu hanya akan dapat direngkuh kalau kita mengetahui jalan menuju kebahagiaan hidup di sisi Tuhan yang di ajarkan oleh Rasulullah dan Nabiyullah, yang sekarang telah maujud sebagai agama pegangan kita yaitu Islam.

Kelezatan yang diperoleh dari kemuliaan hidup adalah kelezatan yang terpancar dari pengekangan jiwa raga untuk tidak berpaling kepada kehinaan yang Alloh benci. Muhammad bin Fadhl mengatakan, “Istirahat total adalah kebebasan dari keinginan Hawa Nafsu.” Keindahan hidup ini sebenarnya oleh sebab penyaksian mata kepada keindahan dunia disempurnakan oleh penyaksian hati kepada hakikatnya atau hikmah kejadiannya dalam keadaan tenang tentram, damai sejahtera.. Hati yang tertutup tak akan menyaksikan hikmah tersebut, yaitu hati yang dimiliki oleh orang yang mengarahkan keinginannya untuk menikmati keindahan yang dilarang oleh Alloh.

Hati itu bagaikan lentera yang akan bertambah terangnya dengan dzikir, dan bila dzikir menghiasinya maka akan tenang hidupnya. “Bukankah dengan mengingat Alloh hati menjadi tenang?.” [Ar-Ra’ad 28] Dengan dzikir tersebut, hati akan memandang jelas kepada kenikmatan yang sebenarnya dan kesengsaraan yang sebenarnya.

Kenikmatan yang sebenarnya yaitu kenikmatan yang akan direngkuh di akhirat kelak yaitu berupa kedudukan terhormat di sisi Alloh dan berhimpun beserta kekasih Alloh. Maka segala penderitaan yang diperoleh dalam rangka mencapai kepada kedudukan itu di dunia ini adalah merupakan telaga tempat keluarnya kelezatan disaat kita kelelahan dalam menghadapi perjuangan menjauhi keingkaran lalu kita tersungkur diatas bumi dan meratap kepada Alloh, sementara Alloh mengasihinya lebih besar dari hasrat keinginannya untuk mengabdi kepada Alloh. Sesungguhnya kenikmatan yang diperoleh dari susahnya berjuang dijalan Alloh adalah disaat kita mendapatkan sentuhan kasih sayang dari Alloh lalu kita menyaksikan tanda hadirnya kasih sayang Alloh tersebut sehingga kita terpesona dan mengagungkan Kebesaran Cinta-Nya di atas segala cinta yang kita miliki atas sekalian mahluk-Nya.

Menyaksikan perkara yang demikian itu hanya akan menjadi buah penderitaan hati bagi mereka yang berpaling dari jeritan ketulusan hati untuk mengikuti jalan kemuliaan. Kesengsaraan yang sebenarnya adalah kesengsaraan dilembah kesengsaraan, yaitu neraka dan segala perbuatan di dunia yang menyebabkan kita masuk ke dalamnya. Bagaimanapun apabila kita mengetahui bahwa sesuatu hal yang paling kita cintai akan segera sirna maka apapun yang menyebabkan kesirnaannya akan kita benci. Dan nampaknya penyebab kesirnaan apa yang kita cintai di pelupuk mata hanya akan membuat tumpukan beban penderitaan yang benar-benar akan membuat perasaan kita menggelembung lalu pecah akibat beban derita yang kita tanggung.

MENGETUK KHALBU.

Karenanya kita akan semakin bingung, apakah kita akan senantiasa melupakan urusan yang teramat penting di akhirat kelak dari pada segala kenikmatan yang dirindukan oleh nafsu syahwat kita di dunia ini ?. Bukankah segala macam dosa yang tidak ditaubati hanya akan menambah investasi kejahatan iblis di hati kita sehingga makin terjerumus kita kedalam perangkapnya. Kelak kalau kita bersama iblis masuk neraka mereka akan berkata kepada Alloh bahwa mereka berlepas tangan dari apa yang menimpa kita, mereka bahkan akan menyalahkan kita sebab kita telah mengikuti mereka. Mereka tidak mau dituduh sebagai pokok kejahatan yang menyebabkan kita masuk ke neraka. Mereka berkata bahwa pekerjaan mereka di dunia hanya membisikan kejahatan saja kepada manusia dan manusia itu yang menuruti ajakannya yang sesat.

Kemudian manusia ahli neraka mengadukannya kepada Alloh kesalahan teman yang menjerumuskannya kepada kejahatan dengan harapan Alloh akan memberikan peluang kepadanya untuk terangkat dari kesengsaraan yang menghampakan hati dan mengiris-iris jiwa di neraka. Tapi apa yang Alloh firmankan kepada mereka?. Dengan keadilan-Nya, Alloh berfirman untuk menyuruh mereka menghentikan pertengkarannya, lalu Alloh berfirman kepada mereka semua untuk merasakan saja segala apa yang diperoleh dari ketidakbenaran dan ketidaktulusan mereka di sisi Alloh selama di dunia.

Tak ada penolong sedikitpun di neraka itu. Bahkan seorang ahli ibadah saja akan merasa tak sanggup menahan kerinduannya untuk memperoleh pertolongan Alloh agar terhindar dari kesalahannya yang tidak Alloh maafkan. Sesungguhnya kemilau indah dari berlian pengabdian kepada-Nya hanya dapat dinikmati hamba-Nya setelah hamba tersebut dapat membuktikan ketangguhannya dalam berlaku sabar di setiap ujian yang dibebankan kepadanya. Sesungguhnya bagi setiap orang yang beriman, hijrah, dan yang berjuang dijalan Alloh dengan segala pengurbanan dan amal sholeh maka segala ujian yang ia terima hanya akan membuat keimanannya bertambah dan hatinya semakin dekat kepada Alloh dan jauh dari segala hasrat yang bejad dalam hatinya.

Tidak ada komentar: